source: flickr.com
Jika kamu termasuk salah satu orang yang saya tanyai dengan
kalimat, “Kamu habis lulus mau kerja jadi apa? Apa mau lanjut S2?”. Kalau iya,
berarti kamu adalah target dari beberapa kegelisahan saya akhir-akhir ini. Saya
menyebut ini sebagai #efekbabsatu. Tentu kalian sudah mafhum dengan “bab satu”
yang saya maksud. Apalagi kalau bukan skripsi. Rasanya tahun depan saya sudah
mau lulus saja, kalau sekarang udah disuruh ngerjain bab satu sama dosen. Padahal
saya masih semester lima. #emang #gue #lebay. Dan itu berakibat panjang dengan
munculnya #efekbabsatu tadi. Ini sebenarnya wajar dialami di rentang usia remaja
beranjak dewasa seperti saat ini. Ketika saya baru saja memiliki predikat di akhir nama lengkap: Sofy Nito Amalia, S.E., saya baru akan mempersiapkan
segalanya. Saya tidak mau seperti itu. Merintis semuanya ketika hal itu sudah
berada di depan mata, itu namanya sama saja dengan mengasah pedang ketika musuh
sudah berada tepat di depan kita. Dunia berputar semakin cepat. Lambat laun
jalurnya semakin ketat. Dan kita semua tahu, kompetisi ini semakin hari semakin
tidak bersahabat. Orang yang dulunya sahabat aja sekarang ga pernah curhat *sumpahgagalfokus*
Kembali ke pertanyaan tadi. Satu persatu dari orang yang
saya tanyai, menjawab dengan bermacam-macam, seperti:
1. S2 dong. Fix.
2. Insya Allah kerja di OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
3. Mau kerja jadi professional
4. Nerusin bisnis keluarga
5. Kerja di Multi Nasional Corporate
6. Kerja di Bank
7. Berdagang / bikin usaha sendiri
Dan yang ke-delapan adalah: Belum tahu.
Maaf kalau saya sedikit point
blank. Ketika semua orang di luar sana sibuk merencanakan segala sesuatu
untuk mewujudkan keinginannya, saat ini masih ada orang yang belum tahu dengan
apa yang akan direncanakannya? What a
pity. Khusus topik kedelapan ini akan saya bahas di postingan selanjutnya.
Ternyata kegelisahan yang saya alami juga di-iya-kan oleh
teman-teman yang lain. Ini beberapa diantaranya:
“Ga semua mahasiswa ekonomi
cocok jadi pengusaha, lho. Aku sadar kalo aku ga punya mental pengusaha. Paling
enggak, punya keinginan jadi pengusaha aja tuh, aku sama sekali ga pernah
terbersit di otak. Mungkin ada sebagian orang yang memang ditakdirkan seperti
itu. Berdedikasi untuk sesuatu yang lain. Tapi itu ngga tepat buat aku.” – Miss
A.
“Udah kepikiran pengen
kerja di corporate besar. Aku ogah kerja di bank. Karena aku bukan orang yang
selalu bisa ditarget dengan cepat untuk memenuhi jumlah nominal yang besar.
Sedangkan perbankan menuntut itu semua.” – Mister B.
“Kerja di Multi
National Corporate adalah salah satu mimpiku. Aku sadar mungkin skill ku di
ilmu manajemen atau ekonomi kurang, jadi aku siasati buat les bahasa Inggris
conversation dari sekarang. Supaya paling enggak, di mata perusahaan aku punya
nilai lebih soalnya bisa bahasa Inggris.” – Nona C.
“Lebaran kemaren aku
ketemu sama kakak sepupu, dia cerita sekarang kerja di salah satu perbankan
terkenal di Indonesia dan ditempatin di luar Pulau Jawa. Disana banyak banget
lulusan anak teknik, anak psikologi, kesehatan masyarakat, dll. Yang jelas anak
fakultas ekonominya dikit banget. Ngenes. Dan itu realitanya kalo lahan kerja
buat anak ekonomi udah ‘diembat’ juga sama jurusan lain. Jadi kalau emang
pengin kerja disana ya emang harus qualified banget. Sadar diri aja deh, bank
engga cocok buat aku. Lagian lahannya udah dicaplok sama jurusan lain. Jadi aku
pengen buka bisnis di bidang kreatif. Mulai sekarang aku udah mulai bikin
project lho! Mau gabung, Sof?” – Tuan D.
Ketika saya mendengarkan jawaban dari teman-teman, saya
patut memberikan empat jempol ini ke mereka. Kenapa? Karena mereka memahami
diri mereka sendiri. Dengan menyatakan kegelisahan mereka, lalu mengambil
keputusan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri, walaupun itu
mungkin bertentangan dengan apa yang mereka lakukan saat ini. Kalau kita peka,
sangat banyak orang-orang di sekitar kita yang memiliki pemikiran serta
tindakan yang hebat. Tinggal kita nya aja mau menggali itu semua atau enggak?
Inspirasi bisa datang dari mana saja, bahkan dari lingkungan terdekat. Banyak-banyaklah mendengar. Hanya itu
saran saya.
Saya tutup sharing ini
dengan kalimat unik yang keluar dari salah seorang teman saya: “Project udah kelar, bentar lagi organisasi
lepas jabatan. Saatnya menata masa depan dan kehidupan.” – Mister E.
Kayaknya nentuin cita-cita itu harus di tentuin dari sebelum"nya ya biar besok pas di tanya ga jawab "belum tau"
BalasHapusCita-cita mah banyakin aja, mau jadi apa ke, mau jadi ini, jadi itu, nanti juga keliatan mana yang bener-bener sesuai sama passion
BalasHapus