src: photo.elsoar.com
Apa yang kamu bayangin waktu pertama kali baca judul tadi? Aneh? Geli? Mengernyitkan dahi? Jujur, sedikit terdengar lebay memang. Nikah aje belom, udah mikirin anak ye mpok haha. Tapi yaudalah gapapa, masih mending kan lebay nya kali ini bisa tersalurkan jadi tulisan hehehe #ngeles.
Apa yang kamu bayangin waktu pertama kali baca judul tadi? Aneh? Geli? Mengernyitkan dahi? Jujur, sedikit terdengar lebay memang. Nikah aje belom, udah mikirin anak ye mpok haha. Tapi yaudalah gapapa, masih mending kan lebay nya kali ini bisa tersalurkan jadi tulisan hehehe #ngeles.
Semua orang tentu punya pengharapan, punya keinginan,
termasuk aku. Tapi harapan ini jauh terpikirkan untuk beberapa tahun ke depan.
Ketika nanti suatu saat aku memiliki anak-anak. Ide buat nulis ini sebenernya
terlintas karena beberapa kali diminta tolong sama orang tua buat ke sekolah
adek-adek: Fachri, Rizqi, atau Helmi, entah itu untuk ambil rapot, ikut
sosialisasi sekolah, bahkan ambil hasil pengumuman kelulusan UAN kaya hari ini.
Di tempat tadi, aku nyoba memposisikan diri sebagai “orang tua”, mencoba
berkenalan dengan ibu-ibu yang juga punya anak di sekolah itu.
Selain pengalaman di atas, fakta membuktikan bahwa banyak,
bahkan banyak sekali anak-anak muda yang masih bingung jika ditanya “Punya
cita-cita apa?” atau “Pengen jadi apa?”. Pertanyaan yang simpel namun menurutku
sangat kompleks. Beberapa anak di jurusanku kalo dikasi pertanyaan kaya gitu,
nanti jadinya kaya gini: “Lo besok habis lulus pengen ngapain?” / “Gue sih pengennya
jadi pengusaha”.
Udah. Gitu. Doang.
Udah. Gitu. Doang.
Coba sekarang kita telaah kalimat tadi: “Gue pengen jadi
pengusaha”. Kalimat yang terdiri dari empat kata itu, menurutku masih terlalu
general, belum menggambarkan suatu desire
atau keinginan yang kuat untuk mewujudkan apa yang dikatakan orang tersebut,
belum memberikan masa jatuh tempo kapan seharusnya lo ngewujudin apa yang tadi
diucapin.
Bandingkan dengan yang ini: “Bro, rencana kelar kuliah
pengen jadi apa?” / “InsyaAllah 5 tahun lagi gue pengen bisa keterima kerja di kantornya
Google di Sillicon Valley, CA, pengen bisa jadi General Managernya”. Kalimat
barusan mengungkapkan target waktu, jenis pekerjaan, institusi, lokasi tempat
bekerja, dan tentunya juga berisi doa hehehe. Sekarang kelihatan kan dimana
bedanya sama kalimat “Gue sih pengennya jadi pengusaha”? Ada yang bisa sebutin
bedanya apa? SPESIFIK. Yap, bener banget. Yang atunya general, yang atunya
spesifik.
Wait.. wait.. terus apa dong hubungannya harapan pengen
punya anak sama curhat masalah klasik anak muda jaman sekarang yang mayoritas
bingung pengen jadi apa? Sabar yak ini lagi kutarik benang merahnya kok hehe. Jadi,
harapan untuk anakku tadi adalah tentang ke-spesifik-an. Mungkin bisa di break
down jadi semacam ini:
Bismillah
-Dari umur 1-5 tahun, anak-anaku udah tahu dia seneng sama
hal apa. Entah itu mungkin nyanyi, nari, maen musik, baca puisi, nyinden,
berhitung, olahraga, seneng sama hal-hal yang berbau analitis, ngoprek barang,
ngegambar, dan lain sebagainya, yang nantinya bisa dikembangkan untuk masa
depannya.
-Dari umur 5 tahun udah diajarin jadi pemimpin. Karena aku
punya prinsip, apa pun karier anakku nanti, mau dia bekerja di sebuah
perusahaan, punya usaha, jadi pekerja seni, atau apa pun, yang jelas sebisa
mungkin dia harus jadi pemimpin. Alasannya? Karena pemimpin adalah influencer. Karena pemimpin memiliki
pengaruh besar. Karena pemimpin adalah decision
maker.
-Umur 10-12 tahun si anak bikin project sosial untuk
membantu masyarakat sekitar, dengan memberdayakan sumber daya yang ada di
sekitarnya. Mungkin bisa minta bantuan investor, atau bekerjasama dengan LSM
atau komunitas. Ide ini dapet inisiatif dari kisah seorang wanita yang
subhanallah sekali, yang memiliki cara mendidik anaknya secara luar biasa. Aku
lupa namanya siapa, maaf sebelumnya, kalau ada yang tahu silakan bisa di share J
-Christiano Ronaldo, seorang pemain bola dengan puluhan
penghargaan dunia. Tiger Woods, pegolf handal yang namanya harum di kancah
Internasional. Bill Gates, CEO Microsoft yang tajirnya ampun-ampunan. Michael
Jackson, penyanyi legendaris fenomenal yang namanya terkenang sepanjang masa. Hampir
semua orang besar, berpengaruh, dan terkenal di dunia ini memiliki satu
kesamaan: mereka FOKUS pada bidangnya masing-masing. Pernah denger tentang
10.000 hours rules? Teori ini terkenal lewat kisah Malcolm Galdwell yang
berjudul The Outliers. Jadi intinya, untuk bisa menjadi seorang expert
dibutuhkan waktu minimal 10.000 jam. Jika setiap hari dilakukan selama 3 jam,
maka butuh waktu selama 10 tahun untuk mencapai tingkat expert tersebut. Itulah
kenapa sebabnya, dari umur 5 tahun anakku kelak bisa mengerti apa yang
disenangi, digeluti secara kontinyu, dan fokus untuk menjadi expert di bidang
tersebut.
Kebayang ga sih, kalo dari dulu orang tua kalian membantu
mengarahkan, memotivasi, dan mendukung secara penuh di bidang yang kamu
senangi, pasti sekarang di usia kamu yang udah 20-an kamu udah jadi seorang
professional. Ini yang mendasari semua harapan tadi buat anak-anakku kelak.
Andaikata dulu orang tuaku membantu memahami untuk menemukan hal spesifik yang
aku senangi, pasti di usia sekarang aku mungkin sudah menjadi penulis hebat
yang berpengaruh di dunia. Aku aja baru paham kalo ternyata aku suka nulis beberapa
tahun terakhir ini. Padahal, kalo diinget-inget, kebiasaan nulis dan bikin
cerita udah aku mulai sejak TK. Nyesel ga sih baru sadar sekarang di usia yang
udah 20-an? Terus belasan tahun terakhir dihabiskan buat apa? Mungkin jawabannya
adalah: Belasan tahun terakhir digunakan untuk mencari, apa sih yang sebenernya
aku sukai? Sekarang coba dibalik: belasan tahun terakhir digunakan untuk
memaksimalkan 10.000 hours rules dan berusaha untuk menjadi expert. Bedanya
jauh ya?
Yes, udah saatnya beribu tanya yang tadi terlontar dalam
tiap kalimat ditutup dengan sebuah kalimat juga. Kalimat ini, aku dapatkan dari
Mas Andy Fajar Handika, CEO dari Fajar Montana Group. Beliau memiliki bisnis
Foodfezt, Michigo Restaurant, Kopi Oey Yogyakarta, dan makandiantar.com.
Awalnya, tahu Mas Andy itu waktu ikut conference Google Indonesia di Sheraton
Hotel Yogyakarta, dan akhirnya baru tanggal 8 Juni kemaren, aku dan temen-temen
organisasi berinisiatif mengundang beliau jadi pembicara di talkshow
technopreneur. Beliau luar biasa. He’s really inspiring.
"Waktu terbaik pertama untuk menjadi ................... (ganti dengan
impianmu) adalah 5 tahun yang lalu. Waktu terbaik kedua adalah saat ini." -Andy Fajar Handika-
Bermanfaat sih kak, bisa diterapkan, tapi masih jauh umurku utk memiliki anak. Huft.
BalasHapusGapapa dek, namanya juga imajinasi hehe. Toh suatu saat nanti pasti jadi kenyataan kan ;)
Hapusbener kak, lama banget mencari apa yang menjadi passion karena gak fokus dari kecil, tapi gak ada kata terlambat kan?
BalasHapus