Renungan di Tengah Malam



Tulisan ini bermula dari upaya untuk “sedikit” merombak tampilan, script, serta memasukkan beberapa resep SEO ke dalam blog ini. Membaca postingan-postingan lama, dan menyadari perubahan bahasa serta gaya penulisan dari waktu ke waktu. Terkadang ini memiliki sensasi tersendiri ketika menyadari diri ini sudah beranjak semakin dewasa. Seiring berjalannya waktu, proses selalu tumbuh dalam mengubah keadaan. Begitu kah benarnya?
---

Postingan ini, yang membuatku terhenyak saat mata tertuju pada tanggal postingan, hari Rabu, 1 Oktober 2010. Entah kenapa aku sedikit-banyak sensitif terhadap bulan Oktober tahun 2010. Ya, banyak sekali cerita di dalam bulan itu. Peristiwa yang mengubah hidupku entah sekian ratus derajat. Tanggal itu adalah tanggal dimana aku pertama kalinya menjalani Praktek Lapangan Kerja (PKL) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Excited, gembira, deg-degan, penasaran, takut salah, dan masih banyak lagi perasaan lain yang membaur di hari pertama. As long as I’ve worked and get the atmosphere is so far so good. Harapannya, hari-hari ke depan akan menyenangkan dan dapat dijadikan pengalaman berharga.

Hari kedua PKL berjalan mulus semulus hari pertama. Namun rasanya jauh berbeda saat sorenya aku tiba di rumah paman dan mendapati kabar bahwa: ayahku mengalami kecelakaan kereta. Sesaat aku masih berkata, “Ga mungkin kan om, Papa aja ga naek kereta kok.” Tetapi aku sadar semuanya benar saat televisi mengabarkan berita yang sama. Seketika aku lemas, shock. Aku sejenak linglung dan bingung harus berbuat apa. Kereta Senja Utama yang dinaiki ayah ditabrak dari belakang oleh Argo Bromo Anggrek, yang katanya kereta nomor satu paling cepat di Indonesia. Aku bahkan tak tahu, informasi bahwa Argo Bromo Anggrek merupakan kereta paling cepat itu tepat atau tidak dimasukkan dalam bahan berita di televisi. Entah presenternya saat itu memang berniat menakut-nakuti atau memang dasarnya raja tega. Kembali pikiran ini menjadi liar, membayangkan bagaimana remuknya kereta gerbong ke-9 yang dinaiki oleh Ayahku. Yang jelas saat itu aku masih belum tahu kondisi Ayah yang sebenarnya. Kucoba menghubungi Ibu, jaringan ponselnya sibuk. Tanya kabar ke saudara yang lain, nomornya tak terhubung. Aku panik. Puluhan sms dari teman-teman masuk secara berurutan ke nomor ponselku, mencoba untuk menenangkan dan menyuruhku untuk terus berdoa. Aku justru menangis. Bahkan sekarang, saat aku mengetik postingan ini, tanganku masih gemetar dan merinding saat mengingat masa laluku. Beberapa menit aku mencoba untuk searching dan menemukan berita tentang hal ini. M. Tantowi, nama Ayahku yang menjadi korban luka berat, tertulis jelas di berita. Sekarang pun rasanya aku masih tak percaya bahwa ini benar adanya. Bahkan yang lebih membuatku kaget, ternyata ada salah satu blog yang menceritakan detik-detik kejadian tragis itu secara detail. Sungguh membuatku bergidik dan merinding. Aku... ah sudah lah, aku tak sanggup lagi melanjutkan cerita ini hingga selesai, karena di pikiran ini langsung terbayang kejadian secara detail yang diceritakan oleh Ayah.

Semenjak kejadian itu, harapan ku untuk melanjutkan studi S1 yang jelas pupus. Sesaat aku merasa marah kenapa harus seperti ini yang aku alami. Apakah aku bisa tegar? Bagaimana dengan nasibku setelah lulus SMK nanti? Mengingat aku memiliki 3 orang adik yang masih sama-sama sekolah? Dan membiayai hidup keluargaku? Aku harus bagaimana? Tuhan, aku harus bagaimana??!
---

Dari kejadian tersebut aku belajar untuk memahami bagaimana Kuasa Tuhan itu berjalan. Bagaimana mukjizat Allah datang dan membantu hamba-hambaNya yang selalu tabah dan ikhlas dalam menghadapi kemelut waktu. Bagaimana menyelesaikan “ketidak-adilan kehidupan”. Bagaimana bertahan dalam rasa ketidakbersanggupan. Bagaimana menjadi tegar saat hati ini merasa rapuh. Dan entah sekian juta “bagaimana” yang lain yang aku tanyakan pada Tuhan, dan aku dapati pula jawaban-jawabannya dengan sangat indah.

Rasa “mengganjal” ini hilang sudah saat aku tuntaskan postingan ini. Adakalanya kita merasakan berputarnya roda-roda waktu dan mengalami masa-masa yang sangat kelam. Mungkin masa-masa indah dan membahagiakan, atau bahkan kebalikannya? Yah, hanya Tuhan lah yang tahu. Yang jelas, semua cerita yang ada selalu mengindikasikan bahwa, “Tidak ada satu kejadian pun yang luput dari garis kehidupan, yang sudah tertuang di Kitab Lauh Mahfuz. Kita hanya perlu berusaha dengan penuh dan berdoa terus menerus. Selanjutnya biarlah “tangan-tangan Tuhan” yang invisible yang akan mengerjakannya.”
---

Ada pilu. Ada kegetiran. Rasa sedih. Kasih sayang. Penuh cinta. Bahagia. Serta semua perasaan yang ada. Ya, hidupku memang penuh warna...

Semarang, 15 April 2013 23:22 pm

Tidak ada komentar