Inikah Kebosanan?


Sejatinya bosan adalah sebuah titik dimana bisa menjadi batu loncatan. Titik dimana menjadi momentum yang tepat untuk berpijak di dua tempat: yang lebih rendah, atau yang lebih tinggi. 
Bosan bukan hanya bicara tentang jenuh atau lelah. Itu bisa tentang perubahan, atau seseorang terkadang menyebutnya sebagai sesuatu yang revolusioner. Yah, penggebrak. Penggebrak perubahan.

Bosan bisa menjadi tempat buraian. Buraian terhadap eksplorasi diri.

Bosan bisa menjadi rekahan suatu pemahaman. Pemahaman terhadap sesuatu hal yang ingin diubah.
Bosan bisa menjadi pembeda. Pembeda terhadap apa yang sudah-sudah, dan apa yang akan dilakukan.



Aku selalu ingin menjadi lebih dan lebih.

Semarang, 24 November 2013. 23:46
Sofy Nito Amalia


-Dirangkai acak dari kata-kata yang tersebar di buku-buku milik penulis-

Saya Ndak Mau Jadi Abal-abal



Akhir-akhir ini saya banyak merenung. Sudah tiga semester kuliah berjalan, tapi rasanya saya belum dapat apa-apa selain melakoni rutinitas. Bangun tidur--kuliah—rapat, ngeproject--garap tugas—sesekali maen—banyak lembur—tidur—bangun lagi--dst. Dari rutinitas tadi memang banyak sekali pengalaman dan manfaatnya. Tapi hari ini adalah hari dimana puncaknya saya “banyak melamun” di tengah perkuliahan akuntansi manajemen siang tadi. Tahu kenapa?

Rupa-rupanya penjelasan ibu dosen tadi secara tidak sadar saya perhatikan, namun pikiran ini liar terbang entah kemana. Otak muter tidak jelas, tiba-tiba inget jaman semester satu waktu masih dapet pengantar akuntansi. Semester dua dapet akuntansi biaya. Semester tiga akuntansi manajemen. Semakin meningkat level “keakuntansiannya”, semakin jebloklah saya disitu. Oke, semester awal saya sangat beruntung dapet B. Di akuntansi biaya, apeslah karena dapet C. Dan semester ini entah saya dapet berapa. UTS kemarin mungkin nilainya 0, yah namanya juga MUNGKIN. Lain akuntansi, lain lagi ilmu ekonomi. Di semester satu ilmu pengantar ekonomi saya lagi-lagi dapet C. Waktu itu saya sangat-sangat tidak paham apa itu yang namanya elastisitas, break even point, agregat perekonomian negara, dan masih banyak lagi. Bayangkan saja, saya yang dulu di STM biasa crimping kabel UTP, praktek setting jaringan, dan manjat tower, sekarang disuruh duduk diam anteng sedakep di kelas lalu berusaha memahami semua teori ekonomi. What you are thinking about? @#$%&*^*(

Saya ingat sekali dulu pernah bilang sama dosen ilmu ekonomi itu, “Pak, tolong sekali pelan-pelan menerangkannya, saya belum pernah dapat IPS secara penuh pak. Saya dulu anak STM. Saya juga ikut SNMPTN tidak pernah ikut bimbel dan belajar otodidak” (jujur saja saya kesal karena dosen itu sering bilang bahwa soal yang dia terangkan adalah soal snmptn yang sering diajarkan di bimbel-bimbel). Dosen pun terdiam melongo dan kaget dengan pernyataan blak-blakan tadi.
**

Lamunan tadi akhirnya balik lagi setelah saya melihat sebuah titik hitam di whiteboard yang ternyata adalah noda spidol. “Oh iya sekarang aku masih di kelas”. Baru nyadar daritadi mikirin yang lain, untung ga dimarahin dosen. Kalo diingat-ingat lagi, bener juga ya yang dipikirin tadi. Posisi saya disini adalah semacam “KOPONG” tentang hal-hal yang berbau dengan akuntansi dan ilmu ekonomi. Di saat teman-teman yang lain sudah bisa mengerjakan soal, saya masih roaming, berpikir lalu loading untuk memahami apa maksud dari soal itu. Jujur saja saya memang kurang dalam memahami mata kuliah non manajemen, tapi saya masih berusaha keras untuk itu. Beruntungnya, orang tua tidak pernah sekali pun memarahi jika nilai C menghiasi KHS saya. Mereka paham betul jerih payah saya dalam menjalani ini semua. Saya juga tidak malu kalo masih kurang ini itu, buka aib dan pamer nilai C untuk mata kuliah tertentu. Karena ya ini proses belajar. Jelek yaudah biarin, terus tingkatin lagi. Kalo jelek lagi berarti belum paham. Kalo jelek terus ya mungkin nasib. Tapi kalo udah pinter, terus ngapain kuliah hah?
**

“Tuh kan ngelamun mikirin lagi. Ampun dah.”
Ini entah sudah sadar yang kesekian kalinya. Dan yang terakhir tadi itu mikirin hal yang serandom-randomnya. Coba bayangkan, di tengah-tengah situasi hening dosen lagi menerangkan variable costing, saya masih sempat-sempatnya ngedumel ngebatin: “Gila ini matkul, daritadi mantengin ga paham-paham, masih lebih gampang belajar subnetting networking!”. Astaga, rupanya virus gagal move on pun kumat lagi L --feeling sad.
Yah, ini emang ujung-ujungnya ngebahas gagal move on. Mau gimana lagi kalo udah cinta, ya susah mau berpaling ke yang lain. Kalo udah suka sama suatu bidang, ya susah buat berpaling ke bidang yang lain. Woy jadi orang jangan idealis dong!. Justru kalo ngomongin passion harus spesifik & musti idealis men!. Dua sisi batin yang saling bertolak belakang pun memberontak. Sekali lagi, perenungan ini pasti berujung pada pemberontakan. Konflik batin.
**

Sudah. Saya sudah capek perang. Perang karena mikirin yang enggak-enggak. Saya mau fokus. Masih ada lima semester (mungkin kurang) ke depan untuk merubah sesuatu dari kopong menjadi berbobot. Saya tidak mengejar target harus lulus cepat, walau saya ingin. Tapi saya lebih ingin lulus di saat yang tepat. Keadaan ini sudah gelap juga terlanjur jatuh, maka saya harus berdiri dan terkadang merunduk, meraba-raba mencari jalan keluarnya. Kondisi ini sudah basah dan tenggelam didesak tekanan, maka saya harus bergerak untuk berenang dan menyusuri hingga muaranya. Berjuanglah, apapun bidang yang ditempuh. Berproseslah, itu semua jalanmu. Dan sekarang saya sudah yakin. Saya ndak mau jadi abal-abal.


Sedang berusaha melaksanakan dreamlist,
Sofy Nito Amalia